Selasa, 26 Juni 2012

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN ANAK


KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN ANAK

          Cara yang terapeutik dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut :
1.      Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana. Hindari sikap mendesak untuk menjawab dengan mengatakan “jawab dong”.
2.      Mengalihkan aktifitas
Kegiatan anak yang berpindah pindah dapat meningkatkan rasa cemas terapis dan mengartiksannya sebagai tanda hiperaktif. Anak lebih tertarik pada aktifatas yang disukai sehingga perlu dibuat jadwal yang bergantian antara aktivitas yang di sukai dan aktifitas terapi yang diprogramkan
3.      Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi
4.      Marah
Perawat perlu mempelejari kontrol prilaku yang rendah pada anak untuk mencegah tempertantrum. Perawat menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika respon anak meningkat. Jika anak mulai dapat mengontrol prilaku, kontak mata di mulai kembali namun sentuhan di tunda dahulu
5.      Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan anak. Perawat secara nonverbal selalu memberi dorongan, penerimaan dan persetujuan jika di perlukan.
6.      Sentuhan
Jangan sentuh anak dari izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan setres dan cemas khususnya untuk anak laki laki



TEKNIK BERKOMUNIKASI DENGAN ANAK

Terdapat bermacam- macam tehnik berkomunikasi dengan anak seperti tehnik komunikasi non verbal: tehnik orang ke tiga, Neuro Linguistic Programing ( N. L. P), facilitatifa responding, bercerita, bibliottherapy, fantasy, mimpi, pertanyaan “bagai mana bila”, “tiga permintaan”rating game word associasion game,melengkapi kalimat, tehnikpro dan kontra. Sedang komunikasi verbal bagi kebanyakan anak dan orang tua sering mendapat kesulitan karena harus membicarakan perasaan- perasaannya. Komunikasi verbal dapat berupa: menulis, menggambar, gerakan gambar keluarga, sociogram, menggambar bersama dalam keluarga, dan tehnik bermain
1.      Tehnik Non Verbal
a.       Tehnik orang ketiga
Tehnik ini mengungkapkan ekspresi perasaan orang ketiga, seperti “ dia atau mereka”. Tehnik tersebut mengurangi perasaan terancam daripada langsung bertanya pada anak bagaimana perasaannya? Cara seperti ini memberikan kesempatan untuk setuju atau tidak setuju tanpa ingin bertahan. Misalnya perawat mengatakan: “kadang- kadang bila seseorang jatuh sakit, perasaan- perasaan marah dan sedih karena dia tidak mampu berbuat seperti apa yang orang lain perbuat”.
Kemudian diam sebentar untuk menunggu responnya atau mendorong timbulnya jawaban dan berkata lagi: “apakah engkau pernah merasakan seperti itu?”
Tehnik pendekatan seperti ini memberi kesempatan pada anak dalam tiga pilihan:
1.      Menyetujui, penuh harapan dan mengungkapkan perasaannya.
2.      Tidak setuju
3.      Tetap diam, mungkin mempunyai suatu perasaan tetapi tidak mampu mengekspresikanya pada saat itu.
b.      Neuro Linguistic Programing ( N. L. P).
Tehnik pendekatan ini relatif masih baru. Pendekatan ini untuk mengerti proses komunikasi yang memperhatikan cara/ gaya/ kelakuan dimana informasi dapat diterima dan dimengerti oleh individu. Dalam komunikasi biasanya orang menggunakan satu dari tiga sensorik seperti ;
-          Penglihatan
-          Pendengaran
-          Kinesthetik
Sensorik yang spesifik adalah mengidentifikasi melalui observasi tipe dari kata kerja, kata sifat dan kata ketergantungan yang digunakan seseorang.
                  Cara komunikasi
Respon yang cocok
Cara visual :
Saya dapat melihat bahwa saya tidak sehat.

Cara auditory:
Dari apa yang saya dengar dimana
Dokter mengatakan, anak saya akan sembuh.

Cara kinesthetik :
Saya merasa bahwa prognosa anak saya menurun
Ceritakan pada saya tentang apa yang kamu lihat.


Apa yang kamu dengar yang membuat kamu melihat sesuatu seperti ini.



Ceritakan lagi tentang perasaan anda bahwa prognosanya menurun.

c.       Facilitative responding.
Facilitative responding adalah mendengarkan secara seksama dan membayangkan kembali perasaan- perasaan pasien dan isi pertanyaan anak. Seperti :
-          Respon yang diamati
-          Tidak menghakimi dan mengesahkan perasaan seseorang.
Rumus untuk Facilitative responding adalah :
“engkau merasa ------ karena ------
Contoh : bila seorang anak mengatakan : “ saya benci ke RS dan mendapat suntikan,” dan fasilitatif respon adalah “engkau merasa tidak bahagia karena semua dilakukan padamu”.
d.      Bercerita (story telling)
Respon anak  terhadap tehnik- tehnik bercerita bervariasi. Bercerita menggunakan menggunakan bahasa anak, dan menyelidiki persaannya, sementara itu menghindarkan hambatan yang disengaja atau hindarkan ketakutan- ketakutan yang paling sederhana adalah meminta anak menceritakan tentang sesuatu kejadian/peristiwa spesifik” berada di rumah sakit”. Selain itu dapat menggunakan gambaran dari suatu peristiwa dan meminta anak untuk menceritakannya. Dongeng bersama lebih mengembangkan pendekatan terapeutik. Dongeng tidak saja membantu membuka pikiran anak, juga mencoba merubah persepsi anak atau perasaan takutnya.
Kita mulai dengan meminta anak bercerita tentang sesuatu kejadian, diikuti oleh cerita lain oleh perawat yang sebabnya sama dengan cerita anak hanya bedanya disini bertujuan membantu anak masuk kedalam masalahnya.
e.       Bibliotherapy
Bibliotherapy melibatkan penggunaan buku- buku dalam rangka proses therapeutic dan supportive. Sasarannya adalah membantu anak mengungkapkan perasaan- perasaan dan perhatiannya melalui aktivitas membaca, cara ini dapat memberi kesempatan pada anak untuk menjelajahi suatu kejadian yang sama dengan keadaannya tetapi sedikit berbeda untuk mengizinkan dia membatasinya dari kisah itu dan tetap dalam kontrol. Pada dasarnya buku tidak mengancam karena anak dapat sewaktu- waktu menutup buku  tersebut atau berhenti membacanya. Petunjuk umum dalam menggunakan bibliotherapy:
-          Jajaki perkembangan emosi dan pengetahuan anak
-          Hayati isi buku dan sesuaikan isinya dengan tingkat usia anak.
-          Bersama- sama memakai buku itu seperti kita membaca untuknya .
-          Menyelidiki bersama anak akan arti dari isi buku dengan cara menceritakan kembali cerita itu, baru kembali bagian- bagian khusus, gambar sesuatu yang berkaitan dengan cerita itu dan diskusikan gambar tersebut, bicarakan tentang karakter atau simpulkan pengertian dari cerita tersebut.  

Minggu, 24 Juni 2012

farmakologi gangguan tiroid dan diabetes melitus



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 .  Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar yang tidak mempunyai duktus yang mengeluarkan hormon ke dalam aliran darah. Hormon adalah substasi kimia yang di buat dari asam amino dan kolesterol yang bekerja pada jaringan tubuh dan organ dan mempengaruhi aktivitas selular. Hormon dapat dibagi menjadi dua kelompok : (1) protein atau peptida kecil,dan (2) steroid. Hormon dari kelenjar adrenal dan gonad adalah hormon steroid; lainnya adalah hormon protein. Kelenjar endokrin mencakup pituitari (hipofisis), tiroid, paratiroid, adrenal, gonad, dan pankreas.
Kelenjar Pituitari
Kelenjar pituitari, atau hipofisis, terletak pada dasar otak, memiliki dua lobus, pituitari anterior (adenohipofisis) dan pituitari posterior (neurohipofisis). Kelenjar pituitari anterior di sebut master gland, karena mennsekresikan hormon-hormon kelenjar target,termasuk tirod, paratiroid, adrenal, dan gonad. Kelenjar pituitari posterior mensekresikan dua neurohormon, hormon antidiuretik (ADH) atau vasopresin, dan oksitosin.
Kelenjar pituitari anterior
Hormon pituitari anterior adalah (1) Thyiroid-stimulating hormone (TSH), (2) adrenocortikotropik hormone (ACTH), dan (3) Gonadotropin (follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) ). Hormon-hormon ini mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon-hormon dari tiroid, adrenal, dan ovarium. Hormon-hormon lain yang disekresi oleh pituitari anterior (Adenohopofisis) mencakup growth hormone (GH), prolactin, dan melanocyte-stimulating hormone (MSH). Jumlah sekresi tiap hormon oleh pituitari anterior di atur oleh suatu sistem umpan balik negatif. Jika hormon disekresikan oleh kelenjar target berlebihan, pelepasan hormon dari pituitari anterior akan tertekan. Jika ada kekurangan sekresi hormon dari kelenjar target, maka akan ada peningkatan hormon pituitari anterior yang berkaitan.
Thyroid Stimulating Hormone
Kelenjar pituitari anterior mensekresikan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai respon dari thyroid releasing hormone. (TRH) dari hipotalamus. TSH, atau Thyrotropic hormone, merangsang pelepasan levotiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dari kelenjar tiroid. Hipersekresi TSH dapat menyebabkan hipertiroidisme dan pembesaran tiroid, dan hiposekresi dapat menimbulkan hipotiroidisme. Kadar serum TSH harus diperiksa untuk menentukan apakah ada kekurangan atau kelebihan TSH. Kadar TSH dan T4 sering di ukur untuk membedakan disfungsi pituitari dari tiroid. Berkurangnya kadar T4 dan kadar TSG normal atau meningkat dapat menunjukkan adanya gangguan tiroid.

Adrenocortikotropik Hormon
Sekresi Adrenokortikotropic hormone (ACTH) terjadi sebagai jawaban terhadap corticotrophin releasing factor (CRF) dari hipotalamus. ACTH dari pituitari anterior merangsang pelepasan glukokortikoid (kortisol), mineralokortikoid (aldosteron), dan adrogen dari korteks adrenal (kelenjar adrenal). Peningkatan serum kortisol dari korteks adrenal menghambat pelepasan ACTH dan CRH. Jika kadar kortisol rendah, sekresi ACTH dirangsang yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk melepaskanlebih banyak kortisol. Lebih banyak ACTH dilepaskan pada pagi hari daripada malam hari.

Hormon Gonadotropik
Hormon Gonadotropik mengatur sekresi hormone dari ovarium dan testes (gonad). Follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan prolactin merupakan hormon-hormon gonadotropik yang disekresi oleh kelenjar pituitari anterior. FSH mempercepat pematangan folikel ovarium dan mengaktifkan produksi sperma dari testis. LH bergabung dengan FSH dalam pematangan dan produksi estrogen dan mempercepat sekresi androgen dari testis. Prolaktin merangsang pembentukan susu dalam jaringan payudara sesudah melahirkan. Estrogen , progesteron , dan testosteron berturut-turut dibahas pada Bab 38,39, dan 41.

Growth Hormone ( Hormon Pertumbuhan )
Growth hormone (GH) atau somatotropic hormone (STH), bekerja pada semua jaringan tubuh, terutama pada tulang dan otot-otot skeletal. Jumlah GH yang disekresi diatur oleh growth hormone releasing hormone (GHRH) dan growth hormone inhibiting hormone (GHIH, atau somatostatin)dari hipotalamus. Simpatomimetik, serotonim, dan glukokortikoid dapat menghambat sekresi GH.
Kelenjar Pituitari Posterior
Kelenjar pituitari posterior (neurohipofisis) mensekresi antidiuretic hormone (ADH)
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme : yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, dimana hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintetis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; kemudian deiodiniase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T3 dan T4; autoregulasi dari sintetis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinennya; dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH. Pengelolaan kelainan kelanjar tiroid dilakukan dengan menguji kadar hormon TSH dan tiroksin bebas, didasari atas patofisiologi yang terjadi, sehingga akan didapatkan pengelolaan menyeluruh. Diagnosis dari penyekit tiroid telah banyakdisederhanakan dengan dikembangkannya assay yang peka untuk TSH dan tiroksin bebas. Suatu peningkatan TSH dan Tiroksin bebas yang rendah menetapkan diagnosis dari hipotiroidesme, dan TSH yang tersupresi dan FT4 yang menetapkan giagnosis dari hipertirodeisme.
1.2 Tujuan
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mampu memahami :
v  Memahami defenisi,fisiologi,patofisiologi dan diagnosa  dari gangguan tiroid.
v  Memahami terapi-terapi dan pengobatan untuk gangguan tiroid.
v  Memahami defenisi,fisiologi,patofisiologi dan diagnosa dari diabetes melitus.
v  Memahami terapi-terapi dari pengobatan untuk diabtes melitus.

BAB II
PEMBAHASAN

1.3 DEFINISI
Gangguan tiroid mencakup berbagai kondisi penyakit yang mempegaruhi produksi atau sekresi hormon tiroid yang menyebabkan perubahan stabilitas metabolik. Kelainan tiroid memberikan pengaruh ke hampir seluruh tubuh karena hormon tiroid mempengaruhi banyak organ. Hipertiroid dan hipotiroid adalah sindroma klinik dan biokimia yang muncul dari peningkatan dan penurunan produksi hormon tiroid.
1.4 FISIOLOGI

·         Hormon tiroid, tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk  pada tiroglobulin, suatu glikoprotein besar yang disintesis dalam sel tiroid. Iodida inorganik memasuki sel folikel tiroid dan dioksidasi oleh tiroid peroksidase dan terikat  secara kovalen ke residu tirosin dari tiroglobulin.
·         Residu tiroid teriodinase, monoiodotirosin (MIT) dan diioditirosin (DIT) bergabung membentuk iodotironin dalam reaksi yang dikatalisa oleh tiroid peroksidase. DIT dan DIT membentuk T4, sedang MIT dan DIT membentuk T3.
·         Hormon tiroid dilepaskan ke aliran darah dengan proteolisis dalam sel tiroid. T4 dan T3 ditranspor ke aliran darah oleh tiga protein: thyroid-binding globulin (TBG), thyroid-binding prealbumun (TBPA), dan albumin. Hanya hormon tiroid bebas (tak terikat) yang mampu masuk ke sel, menimbulkan efek biologis, dan mengatur sekresi thyroid stimulating hormone (TSH) dari kelenjar pituitari.
·         T4 disekresi hanya pada kelenjar tiroid, tapi <20% T3 diproduksi disana; mayoritas T3 dibentuk dari pemecahan T4 yang dikatalisa enzim 5’-monodeiodinase yang ditemukan di jaringan perifer. T3 sekitar tiga sampai lima kali lebih aktif dari T4.
·         T4 bisa juga bereaksi dengan 5’-monodeiodinase membentuk reverse T3 yang tidak mempunyai aktifitas biologis yang signifikan.
·         Produksi hormon tiroid diatur oleh TSH yang  disekresi pituitari anterior, yang lalu berada di bawah kontrol negative feedback oleh hormon tiroid bebas di sirkulasi dan  pengaruh positif dari hypothalamic thyrotropin-releasing hormone (TRH). Produksi hormon tiroid juga diatur oleh deiodinasi ekstratiroid T menjadi T3 yang bisa dipengaruhi nutrisi, hormon non-tiroid, obat-obatan dan penyakit.
·         Tirotoksikosis (Hipertiroid)

1.5 PATOFISIOLOGI
  • Tirotoksikosis muncul ketika jaringan terpapar T4 atau T3, atau keduanya.
  • Tumor pituitari-pensekresi-TSH melepaskan hormon yang aktif secara biologis yang tidak merespon kontrol feedback normal. Tumor bisa menghasilkan prolaktin atau hormon pertumbuhan; sehingga pasien bisa mengalami amenorrhea, galacthorrea atau akromegali.
  • Pada penyakit Grave, hipertiroid muncul dari aksi thyroid-stimulating antibodies (TSAb) terhadap reseptor tirotropin pada permukaan sel tiroid. Antibodi Imunoglobulin G (IgG) ini terikat ke reseptor dan mengaktifkan enzim adenilat siklase dengan cara yang sama dengan TSH.
  • Nodul tiroid otonom (toxic adenoma) adalah massa tiroid terpisah yang kerjanya bebas dari kontrol pituitari. Hipertiroid biasanya muncul dengan nodule lebih besar (yaitu, dengan diameter lebih dari 4 cm).
  • Pada multinodul gondok (penyakit Plummer), folikel dengan fungsi otonom tinggi berada diantara folikel normal atau bahkan folikel yang tidak berfungsi. Tirotoksikosis terjadi ketika folikel otonom menghasilkan hormon tiroid lebih banyak dari yang dibutuhkan.
  • Tiroiditis subakut yang sangat nyeri (DeQuervain) dipercaya disebabkan invasi viral pada parenkim tiroid.
  • Tiroiditis tanpa rasa sakit (‘sunyi’, limfositik, postpartum) adalah penyebab umum tirotoksikosis; etiologinya masih belum dipahami dan bisa jadi heterogen.
  • Tirotoksikosis faktitia adalah hipertiroid yang dihasilkan oleh konsumsi hormon tiroid eksogen. Ini bisa terjadi ketika hormon tiroid digunakan untuk indikasi yang tidak sesuai, ketika dosis berlebih digunakan, atau ketika digunakan secara rahasia oleh pasien.
  • Amiodaron bisa merangsang tirotoksikosis atau  hipotiroid. Agen ini menghambat 5’-deiodinase tipe I, menyebabkan pengurangan konversi T4 menjadi T3, dan pelepasan iodin dari obat bisa menyebabkan kelebihan iodin. Amiodarone juga menyebabkan tiroiditis desktruktif dengan hilangnya tiroglubulin dan hormon tiroid.
1.6 MANIFESTASI KLINIS
  • Simptom tirotoksikosis termasuk gugup, emosi labil, mudah pingsan, tidak tahan terhadap panas, turunnya berat bersamaan dengan peningkatan nafsu makan, peningkatan frekeuensi pergerakan intestinal, palpitasi (=denyut jantung yang cepat dan tidak teratur), kelemahan pada otot proksimal (bisa terlihat saat menaiki tangga atau bangkit dari posisi duduk), dan menstruasi tidak teratur serta kuantitasnya kecil.
  • Tanda- tanda fisik dari tirotoksikosis bisa termasuk rasa hangat, kulit lembab dan kondisi rambut yang tidak biasanya bagus; lepasnya ujung kuku tangan (onycholysis); retraksi (tertarik) kelopak mata dan kelopak mata atas masuk ke dalam rongga jika memandang ke bawah (lid lag); takikardi sewaktu istirahat; tekanan pulsa yang melebar, dan murmur (suara pelan, bisikan) dari ejeksi sistolik; terkadang ginekomasti pada pria; getaran pada lidah yang terjulur dan tangan yang direntangkan; dan refleks tendon dalam yang hiperaktif.
  • Penyakit Grave manifestasinya berupa hipertiroid, pembesaran difus tiroid, dan temuan ekstratiroidal exophthalmos (= gerakan bola mata abnormal), pretibial myxedema, dan thyriod acropachy. Kelenjar tiroid biasanya membesar secara difus, dengan permukaan halus dan konsistensi dari lunak sampai keras. Pada penyakit yang parah, bisa dirasakan getaran melalui stetoskop pada kelenjar.
  • Pada tiroiditis subakut, keluhan pasien akan  sakit yang parah pada area tiroid, seringkali menyebar ke telinga di sisi yang sama. Demam ringan umum terjadi, dan terlihat tanda sistemik serta simtom tirotoksikosis. Kelenjar tiroid terasa padat lunak pada pemeriksaan fisik.
  • Tiroiditis ‘sunyi’ mempunyai rangkaian trifasik yang meniru tiroiditis subakut. Kebanyakan pasien  merasakan simtom tirotoksik ringan; retraksi kelopak mata dan lid lag terjadi tapi exophthalmos tidak. Kelenjar tiroid bisa membesar secara difus, tapi pelunakan tiroid tidak terjadi.
  • Badai tiroid adalah kondisi darurat yang mengancam jiwa yang ditandai dengan tirotoksikosis parah, demam tinggi (seringkali >1030F), takikardi, takipnea (=bernafas dengan  sangat cepat), dehidrasi, delirium, koma, mual, muntah, dan diare. Faktor pencetus termasuk infeksi, trauma, operasi, perawatan dengan iodine radioaktif, dan penghentian obat antitiroid.
1.7 DIAGNOSA
  • Peningkatan radioactive iodine uptake, RAIU (asupan iodin radioaktif) merupakan indikasi hipertiroid sejati; kelenjar tiroid pasien memproduksi T4, T3, atau keduanya (RAIU normal 10-30%) berlebih. Sebaliknya, RAIU rendah mengindikasikan bahwa hormon tiroid berlebih bukan merupakan konsekuensi dari hiperfungsi kelenjar tiroid.
  • Hipertiroid yang diinduksi TSH didiagnosa dengan adanya hipermetabolisme perifer, pembesaran difus kelenjar tiroid, peningkatan hormon tiroid bebas, dan peningkatan konsentrasi serum imunoreactif TSH. Karena kelenjar pituitari sangat sensitif bahkan terhadap peningkatan kecil dari T4, TSH yang terdeteksi pada pasien tirotoksik mengindikasikan produksi TSH yang tidak semestinya.
  • Adenoma pituitari-pensekresi-TSH didiagnosa dengan kurangnya respon terhadap stimulasi TRH, peningkatan jumlah TSH α-subunit, dan pencitraan radiologi.
  • Pada tirotoksik penyakit Grave, ada peningkatan secara umum pada laju produksi hormon dengan peningkatan T3 yang tidak proporsional dengan T4 (Tabel 18-1). Kejenuhan TBG meningkat karena peningkatan serum T4 dan T3, yang dtandai dengan peningkatan asupan resin T3. Sebagai hasil, konsentrasi T4bebas, T3bebas dan index T3 dan T4 bebas meningkat bahkan lebih tinggi serum T4 total yang terukur, dan konsentrasi T3. Jumlah TSH tidak terdeteksi karena negative feedback oleh peningkatan level hormon tirois di pituitari. Diagnosa tirotoksikosis dikonfirmasi oleh pengukuran konsentrasi serum T4, asupan resin T3 (atau T4 bebas), dan TSH. Peningkatan RAIU 24 jam (diperoleh pada individu yang tidak hamil) membuktikan bahwa kelenjar tiroid menyalahgunakan iodin untuk memproduksi hormon tiroid ketika pasien tirotoksik.
  • Toxic adenoma bisa menyebabkan hipertiroid dengan nodula yang lebih besar. Karena ada banyak peningkatan serum T3 dari nodul otonom, level T3 harus diukur untuk memastikan toksikosis T3 bukan merupakan penyebab jika level T4 normal. Setelah pembuktian (menggunakan radioiodine scan) toxic thyroid adenoma mengumpulkan iodin lebih banyak dari jaringan disekitarnya, fungsi independen dibuktikan dengan kegagalan nodule otonom untuk menurunkan asupan iodin selama pemberian T3 eksogen.
  • Pada goiter multinodula, thyroid scan akan menunjukkan daerah kecil jaringan tiroid yang berfungsi otonom.
  • RAIU yang rendah mengindikasikan bahwa hormon tiroid berlebih bukan merupakan konsekuensi hiperfungsi kelenjar tiroid. Ini bisa dilihat pada tiroiditis subakut, tiroiditis ‘sunyi’, struma ovarii, kanker folikular, dan konsumsi hormon troid eksogen.
  • Pada tiroiditis subakut, uji fungsi tiroid umumnya melakukan rangkaian trifasik pada penyakit ini. Awalnya, level serum tiroksin naik karena pelepasan hormon tiroid preformed (belum terbentuk sempurna) dari folikel yang hancur. RAIU 24 jam selama waktu ini adalah kurang dari2% karena inflamasi tiroid dan supresi TSH oleh peningkatan level tiroksin. Dengan perjalanan penyakit, cadangan hormon intratiroidal habis, dan pasien menjadi sedikit hipotiroid dengan peningkatan TSH yang sesuai. Selama fase pemulihan, cadangan hormon tiroid kembali normal dan peningkatan serum TSH secara bertahap turun ke normal.
  • Selama fase tirotoksik dari tiroiditis ‘sunyi’ RAIU 24 jam ditekan sampai kurang dari 2%. Antibodi antitiroglobulin dan  antimikrosomal meningkat pada lebih dari 50% pasien.
  • Tirotoksikosis faktitia bisa dicurigai pada pasien tirotoksik tanpa ophthalmopathy infiltratif atau pembesaran tiroid. RAIU rendah karena fungsi kenjar tiroid ditekan oleh hormon tiroid eksogen. Pengukuran plasma tiroglobulin menunjukkan jumlah yang sangat kecil.


II. TERAPI
1.8 Pendekatan Umum
Tujuan perawatan hipertiroid adalah menormalkan produksi hormon tiroid; mengurangi simtom dan konsekuensi jangka panjang; dan memberikan terapi individual berdasar tipe dan keparahan penyakit, usia pasien dan kelamin, adanya kondisi non-tiroid, dan respon terhadap terapi sebelumnya.Tujuan perawatan hipotiroid adalah menormalkan konsentrasi hormon tiroid di jaringan, mengurangi simtom, mencegah defisit neurologik pada bayi yang baru lahir dan anak, dan memulihkan abnormalitas biokimia pada hipertiroid.

1.9 TERAPI NON-FARMAKOLOGI
  • Operasi Pengangkatan kelenjar tiroid adalah penanganan untuk nodul, goiter/gondok  yang sudah besar, dan pasien yang dikontraindikasikan untuk tionamida (yaitu, alergi atau efek samping) dan RAI (yaitu kehamilan).
  • Jika direncanakan tiroidektomi, PTU atau metimazol biasanya diberikan sampai pasien euthyroid secara biokimia (biasanya 6-8 minggu), diikuti penambahan iodida (500 mg.hari selama 10-14 hari) sebelum operasi untuk menurunkan vaskularitas kelenjar. Levotiroksinbisa ditambahkan untuk menjaga kondisi eutiroid sementara tionamida dilanjutkan.
  • Propanolol telah digunakan selama beberapa minggu sebelum operasi dan 7-10 hari setelah operasi untuk menjaga denyut <90 denyut per menit. Kombinasi pretreatment dengan propanolol dan 10-40 hari kalium iodida juga telah diajukan.
  • Komplikasi operasi termasuk serangan ulang hipertiroid atau hipertiroid yang bertahan (0,6-0,8%), hipotiroid (sampai 49%), hipoparatiroid (sampai 4%), dan gangguan/abnormalitas  pita suara (sampai 5%). Frekuensi kemunculan hipotiroidis me membutuhkan pemantauan secara periodik  untuk  identifikasi dan penanganan.












2.0 TERAPI FARMAKOLOGI
KARBIMAZOL
Indikasi                : hipertiroidisme
Kontraindikasi    : zat pengganti yang bersifat menghambat tidak boleh diberikan pada     kehamilan dan menyusui
Dosis                     :  #Dewasa Terapi konservatif hipertiroid
Regimen dosis pertama : Untuk menghambat produksi hormon tiroid secara komplit 25 - 40 mg/hari. Maksimal : 40 mg dosis tunggal, tergantung pada keparahan penyakit.
Pemeliharaan : 5 - 20 mg/20 mg/hari (dosis ini biasanya memerlukan pemberian tambahan hormon tiroid). Regimen dosis kedua: Pada terapi tunggal dengan Thyrozol, dosis tergantung pada aktivitas metabolik. Dosis biasanya 2,5 - 10 mg/hari.
   # Persiapan operasi untuk segala jenis hipertiroid : Untuk memperoleh aktivitas metabolik normal dari kelenjar tiroid : terapi sama dengan diatas. Lakukan operasi segera setelah aktivitas metabolik normal diperoleh. Cara lainnya, diberikan tambahan hormon tiroid. Selama 10 hari terakhir sebelum operasi, yodium harus diberikan untuk memperkuat jaringan tiroid.
  # Pengobatan sebelum terapi radioiodin : Untuk memperoleh aktivitas metabolik normal dari kelenjar tiroid, lakukan terapi seperti diatas. Dosis radioiodin yang lebih tinggi mungkin diperlukan.
  # Anak
Awal: 0,3 - 0,5 mg berat badan/hari. Pemeliharaan : 0,2 - 0,3 mg/kg berat badan/hari. Terapi tambahan dengan hormon tiroid mungkin diperlukan.
Ibu hamil : 2,5 -1 0 mg/hari tanpa pemberian hormon tiroid.
Interaksi               : Defisiensi yodium bertambah, Yodium yang berlebihan akan mengurangi respons kelenjar tiroid terhadap Thyrozol.
Efek samping       : ruam kulit, urtikaria, nyeri sendi, demam, nyeri  tenggorokan, agranulositosis, sakit kepala, gejala mirip LE, hepatitis
Sediaan beredar  : neo-mecarzole nicholas


PROPILTIOURASIL (PTU)
Indikasi                : hipertiroidisme
Kontraindikasi    : zat pengganti yang bersifat menghambat tidak boleh diberikan pada     kehamilan dan menyusui
Dosis                     :  untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)
Interaksi              : Obat hipertiroidisme dapat meningkatkan afinitas antikoagulan pada reseptornya. Pada penderita hipertiroid, katabolisme dari faktor pembeku darah ditingkatkan (II, VII, IX dan X) sehingga efek antikoagulan meningkat. Akibatnya : resiko pendarahan meningkat.
Efek samping       : ruam kulit, urtikaria, nyeri sendi, demam, nyeri  tenggorokan, agranulositosis, sakit kepala, gejala mirip LE, hepatitis, Ada kecendrungan pendarahan
Sediaan beredar  : Propilthiouracil Generik
KALIUM IODIDA
Indikasi                : hipertiroidisme
Kontraindikasi    :Tirotoksikosis
Dosis                     :  Dewasa : 2 tablet potassium iodida dosis tunggal
Anak dan remaja :1 tablet potassium iodida dosis tunggal
Infant (bayi berumur sampai 23bulan) : 1/2 tablet potassium iodida dosis tunggal
Neonatus (bayi yang baru lahir - umur 28 hari): 1/4 tablet dihancurkan, dosis tunggal
Interaksi              : Obat hipertiroidisme dapat meningkatkan afinitas antikoagulan pada reseptornya. Pada penderita hipertiroid, katabolisme dari faktor pembeku darah ditingkatkan (II, VII, IX dan X) sehingga efek antikoagulan meningkat. Akibatnya : resiko pendarahan meningkat.
Efek samping       : reaksi hipersensitivitas( kemerahan kulit, demam obat, rinitis, konjungtif), pembengkakan kelenjar ludah, iodisme (rasa logam, terbakar pada mulut dan tenggorokan, sakit gigi dan gusi, simptom kepala dingin, dan kadang- kadang gangguan pada lambung dan diare), dan ginekomastia
Sediaan beredar  : Joodkali kimia farma
TIAMAZOL
Indikasi                : hipertiroidisme
Kontraindikasi    : hipersensitivitas
Dosis                     :  untuk pemblokiran total produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus ringan 10 mg (2 x sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 – 10 mg/hari.
Interaksi              : Obat hipertiroidisme dapat meningkatkan afinitas antikoagulan pada reseptornya. Pada penderita hipertiroid, katabolisme dari faktor pembeku darah ditingkatkan (II, VII, IX dan X) sehingga efek antikoagulan meningkat. Akibatnya : resiko pendarahan meningkat.
Efek samping       : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan pada kelenjar ludah.
Sediaan beredar  : Thyrozol (merck)
GARAM TIROKSIN
Indikasi                : hipertiroidisme
Kontraindikasi    : Tirotoksikosis
Dosis                     :  Takaran yang dianjurkan untuk dewasa dalam sehari adalah 150 mkg. Wanita hamil dan menyusui memerlukan 72-200 mkg yodium.
1-3 tahun 70 mkg 4-6 tahun 90 mkg, 7-10tahun 120 mkg 11 tahun keatas 150 mkg.
Interaksi               :Lihat interaksi (tiroksin)
Efek samping       : aritmia, gelisah, tremor, sakit kepala, berkeringat, muka merah, berat badan turun, insomnia, nyeri angina, otot lemah
Sediaan beredar  : Thyrax organon indonesia







LEVOTIROKSIN
Indikasi                : hipertiroidisme
Kontraindikasi    : zat pengganti yang bersifat menghambat tidak boleh diberikan pada     kehamilan dan menyusui
Dosis                     :  0-6 bulan = 8-10 mikrogram/kg/hr ,7-11 bulan = 6-8  mikrogram/kg/hr, 1-5 tahun= 5-6 mikrogram/kg/hr, 6-10 tahun= 3-4 mikrogram/kg/hr, 11-22 tahun= 2-3 mikrogram/kg/hr,dewasa = 1-2 mikrogram/kg/hr
Interaksi               : kolestiramin, kalsium karbonat, sukralfat, aluminium hidroksida,ferri sulfat, formula kacang kedelai, dan suplemen makanan serat dapat mempengaruhi absorbsi levotiroksin dari saluran gastrointestinal. Obat yang dapat meningkatkan T4 nondeiodinatif adalah rifamfisin, karbamazepin, dan fenitoin. Amiodaron dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3.
Efek samping       : kegagalan jantung, angina pektoris, dan infark miokardiak. Reaksi alergi  dapat muncul dengan sediaan yang diperoleh dari hewan. Kelebihan hormon tiroid eksogen dapat menurunkan densitas tulang dan meningkatkan resiko patah tulang.
Sediaan beredar  :  Euthyrox merck






PENGOBATAN

Thiourea (Thionamide)
  • Propylthiouracil (PTU) dan  methimazole (MMI) mem-block sintesis hormon tiroid dengan inhibisi sistem enzim peroksidase dari kelenjar tiroid, sehingga mencegah oksidasi iodida dan berkutnya penyertaan membentuk iodotirosin dan akhirnya iodotironin (‘organifikasi’), dan dengan inhibisi penggabungan MIT dan DIT membentuk T4 dan T3. PTU (tapi bukan MMI) juga meng-inhibit perubahan perifer dari T4 menjadi T3.
  • Contoh dosis awal termasuk PTU 300-600 mg sehari (biasanya dalam tiga sampai empat dosis terbagi) atau MMI 30-60 mg sehari dalam tiga dosis terbagi. Terdapat bukti bahwa kedua obat bisa diberikan dalam dosis harian tunggal.
  • Perbaikan pada simtom dan abnormalitas laboratorium semestinya muncul dalam 4-8 minggu, sewaktu dosis bisa diturunkan menjadi dosis penjagaan. Perubahan dosis sebaiknya dilakukan tiap bulan karena T4 endogen akan mencapai kondisi tunak dalam interval ini. Dosis penjagaan harian adalah PTU 50-300 mg dan MMI 5-30 mg.
  • Terapi obat antitiroid sebaiknya dilanjutkan sampai 12-24 bulan untuk memicu remisi jangka panjang.
  • Pasien sebaiknya diawasi tiap 6-12 bulan setelah remisi. Jika terjadi serangan ulang, terapi alternatif dengan radioactive iodine (RAI) disukai sebagai rangkaian obat antitiroid kedua, karena terapi lanjutan biasanya jarang memicu remisi.
  • Efek samping minor termasuk pruritic maculopapular, arthralgia (= sakit pada persendian), demam, dan lukopenia ringan (hitung darah putih <4000/mm3). Thiourea alternatif bisa dicoba pada situasi ini, tapi cross-sensitivity (reaksi sensitivitas antar obat) terjadi pada 50% pasien.
  • Efek samping mayor termasuk agranolusitosis (dengan demam, merasa lemah, gingivitis, infeksi oropharyngeal, dan hitung granulosit <250/mm3), anemia aplastik, sindroma seperti-lupus, polymyositis (= kondisi yang ditandai inflamasi dan degenerasi dari otot skelet), intoleransi saluran cerna, hepatotoksisitas, dan hipoprotrombinemia. Agranulositosis, jika terjadi, selalu terjadi dalam tiga bulan pertama terapi; pengawasan rutin tidak dianjurkan karena onset yang mendadak. Pasien yang telah merasakan efek samping mayor terhadap salah satu thiourea sebaiknya tidak beralih ke obat lain karena cross-sensitivity (reaksi sensitivitas antar obat).

Iodida
  • Iodida sebenarnya menghalangi pelepasan hormon tiroid, inhibit biosintesis hormon tiroid dengan menghalangi penggunaan iodida intratiroid, dan menurunkan ukuran dan vaskularitas kelenjar.
  • Perbaikan simtom terjadi dalam 2-7 hari sejak memulai terapi, dan konsentrasi serum T3  dan T4 bisa berkurang selama beberapa minggu.
  • Iodida sering digunakan sebagai terapi tambahan untuk menyiapkan pasien dengan penyakit Grave sebelum menjalani operasi, untuk menginhibisi pelepasan hormon tiroid dan dengan cepat mencapai keadaan euthyroid (= kelenjar tiroid berfungsi normal) pada pasien yang sangat tirotoksik dengan dekompensasi kardia, atau untuk meng-inhibit pelepasan hormon tiroid setelah terapi RAI.
  • Kalium iodida tersedia sebagai larutan jenuh (SSKI, 38 mg iodida per tetes) atau larutan Lugol, mengandung 6,3 mg iodida per tetes (Tabel 18-2).
  • Dosis awal tipikal SSKI adalah 3-10 tetes tiap hari (120-400 mg) dalam air atau jus. Ketika digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum operasi, sebaiknya diberikan 7-14 hari sebelum operasi.
  • Sebagai pelengkap RAI, SSKI sebaiknya tidak digunakan sebelum tapi sebaiknya 3-7 hari setelah perawatan dengan RAI sehingga radioactive iodine bisa terkumpul di tiroid.
  • Efek samping termasuk reaksi hipersensitivitas (kulit kemerahan, drug fever, rhinitis [= inflamasi membran mukosa hidung], conjunctivitis); pembengkakan kelenjar ludah, ‘iodisme’ (rasa logam, mulut dan tenggorokan terbakar, nyeri pada gigi dan gusi, simtom head cold, dan terkadang gangguan perut dan diare); dan ginekomasti.



Penghambat Adrenergik
  • β blocker tekah digunakan secara luas untuk mengurangi simom tirotoksik seperti palpitasi, cemas, tremor, dan tidak tahan panas. Agen ini tidak mempunyai efek pada tirotoksikosis perifer dan metabolisme protein dan tidak mengurangi TSAb atau mencegah ‘badai’ tiroid. Propanolol dan nadolol secara parsial menghalangi perubahan T4 menjadi T3, tapi kontribusinya kecil terhadap terapi keseluruhan.
  • Β blocker biasanya digunakan sebagai terapi tambahan dengan obat antitiroid, RAI, atau idodida dalam penanganan penyakit  Grave atau toxic nodule; pada persiapan sebelum operasi; atau pada ‘badai’ tiroid. β blocker adalah terapi primer hanya untuk tiroiditis dan hipertiroid yang diinduksi iodin.
  • Dosis propanolol yang dibutuhkan untuk mengurangi simtom adrenergik bervariasi, tapi dosis awal 20-40 mg empat kali sehari efektif untuk kebanyakan pasien (denyut jantun <90 denyutan per menit). Pasien lebih muda atau dalam kondisi lebih toksik bisa membutuhkan sampai 240-480 mg/hari).
  • β blocker dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, kecuali kelainan itu hanya karena takikardi (curah tinggi), dan pada pasien yang mengembangkan cardiomyopati dan gagal jantung. Efek samping lain termasuk mual, muntah, cemas, insomnia, lightheadedness, bradikardi, dan gangguan hematologi.
  • Simpatolitik yang bekerja sentral (seperti, clonidin) dan  antagonis Ca channel blocker  (seperti, diltiazem) bisa berguna untuk mengontrol simtom ketika dikontraindikasikan untuk β blocker.

Ion Radioactif
  • Natrium iodida 131 (131I) adalah cairan oral yang terkumpul di tiroid dan mengganggu sintesis hormon dengan masuk ke hormone tiroid dan tiroglobulin. Setelah periode beberapa minggu, folikel yang telah diambil RAI dan folikel disekitarnya mengalami nekrosis selular dan fibrosis jaringan interstitial.
  • RAI adalah agen pilihan untuk penyakit Grave, nodul otonom toksik, dan toxic multinodular goiter. Kehamilan merupakan kontraindikasi absolut untuk penggunaan RAI.
  • β blocker adalah terapi tambahan primer untuk RAI, karena bisa diberikan kapan saja tanpa perlu menyesuaikan dengan terapi RAI.
  • Pasien dengan penyakit kardia dan pasien lansia sering dirawat dengan thionamide sebelum RAI ablation (ablation = pengangkatan jaringan) karena hormon tiroid akan naik singkat setelah perawatan RAI karena pelepasan preformed hormon tiroid.
  • Obat-obat antitioid sebaiknya tidak rutin diberikan setelah RAI, karena penggunaannya dihubungkan dengan tingginya kejadian serangan hipertiroid setelah perawatan atau hipertiroid yang bertahan.
  • Jika iodida diberikan, sebaiknya diberikan 3-7 hari setelah RAI untuk mencegah interaksi dengan asupan RAI di kelenjar tiroid.
  • Target terapi adalah menghancurkan sel tiroid yang hiperaktif, dan dosis tunggal 4000-8000 rad menghasilkan kondisi euthyroid pada 60% pasien setelah 6 bulan atau kurang. Dosis kedua RAI sebaiknya diberikan 6 bulan setelah RAI pertama jika pasien tetap hipertiroid.
  • Hipotiroid umum terjadi setelah RAI. Efek samping akut, jangka pendek, termasuk pelunakan tiroidal ringan dan dysphagia (= kesulitan menelan). Terapi lanjutan jangka panjang belum terbukti meningkatkan resiko terbentuknya karsinoma tiroid, leukimia, atau defek kongenital.
Perawatan ‘Badai’ Tiroid
  • Terapi berikut sebaiknya segera dilakukan: supresi pembentukan dan sekresi hormon tiroid, terapi antiadrenergik, pemberian glukokortikoid, dan perawatan komplikasi terkait.
  • PTU dosis besar adalah thionamide pilihan karena mengganggu produksi hormon tiroid dan menghalangi perubahan T4 menjadi T3 di perifer.
  • Iodida, yang dengan cepat menghalangi pelepasan preformed hormon tiroid, sebaiknya diberikan setelah terapi PTU dimulai untuk menginhibit penggunaan iodine oleh kelenjar yang hiperaktif.
  • Terapi pendukung, termasuk asetaminofen sebagai antipiretik (aspirin dan NSAID lain bisa menggantikan hormon tiroid yang terikat), penggantian cairan dan elektrolit, sedatif, digitalis, antiaritmia, insulin, dan antibiotik sebaiknya diberikan sesuai indikasi. Plasmapheresis (= pemindahan plama dari darah) dan dialisis peritoneal telah digunakan untuk mengeluarkan hormon berlebih pada pasien yang tidak merespon terapi konservatif.
Interaksi Obat Tiroid
Obat A
Obat B
Efek Yang Terjadi
Amiodaron, glokokortikoid (deksametason>4mg/hari), propiltiourasil
Hormon tiroid
Konversi perifer dari T4 ke T3 menurun pada penggunaan bersamaan, sehingga kadar T3 menurun, meskipun demikian kadar T4 serum normal kadang-kadang meningkat.
Antasida (Aluminium, magnesium hidroksida), pengikat asam empedu (kolestiramin, kolestipol), kalsium karbonat, gram besi, natrium polistiren sulfonat, simetidin, sukralfat
Hormon  tiroid
Pada penggunaan bersamaan, efikasi hormone tiroid diikat, sehingga Hormon tiroid absorpsi dalam saluran cerna berkurang. Gunakan dengan interval 4jam.
β –bloker (propranolol>160mg/hari)
Hormon tiroid
Konversi parifer dari T4 ke T3 menurun pada penggunaan bersamaan, sehingga kadar T3 menurun, meskipun demikian kadar T4 serum normal kadang-kadang meningkat.
Hormon tiroid
β bloker
Kerja β-bloker tertentu menjadi lemah jika pasien hipotiroid diubah menjadi keadaan eutiroid.
Karbamazepin, hidantoin, fenobarbital, rifamisin
Hormon tiroid
Degradasi hepatikl evotiroksin meningkat, akibatnya kebutuhan levotiroksin meningkat.
Estrogen, kontrasepsi oral
Hormon tiroid
Meningkat TBG (tiroxin binding globulin), sehingga menurunkan respon terhadap hormone tiroid pada pasien dengan kelenjar tiroid yang tidak berfungsi. Mungkin diperlukan peningkatan dosis tiroid.
Furosemid (80mg iv) heparin, hidantoin, NSAID, salisilat (>2 g/hari)
Hormon tiroid
Penggunaan furosemid bersama levotiroksin menyebabkan peningkatan sementara FT4, T4 serum dan jumlah normal pada FT4, dan THS, dengan demikian pasien secara klinik euteroid.
SSRI (contoh sertralin)
Hormon tiroid
Sertralin meningkatkan kebutuhan levotikrosin pada pasien yang sedang menggunakan levotiroksin.
Antidepresan trisiklik, antidepesan tetrasiklik
Hormon tiroid
Antidepresan dan hormone tiroid secara bersamaan dapat meningkatkan efek dan toksisitas kedua obat karena peningkatan sensitivitas reseptor terhadap katekolamin, sehingga resiko aritmia kardiak dan stimulasi SSP meningkat.
Hormon tiroid
Antikuagolan
Aktivitas anti koagulan meningkat sehingga diperlukan penurunan dosis.
Hormon tiroid
Antidiabetes, biguanid, meglitirinid, sulfonylurea, tiazolidindion, insulin
Pada pengguanaan awal hormone tiroid dapat meningkatkan kebutuhan  insulin atau hipoglisemik oral, harus dimonitor secara ketat.
Hormon tiroid
Glikosida digitalis
Kadar serum digitalis menurun pada hipertidoidism, atau bila pasien hipotiroid berubah menjadi eutiroid. Efekterapetik digitalis dapat menurun.
Hormon tiroid
Hormon pertumbuhan (somatrem, somatropin)
Terjadi percepatan penutupan epifise. Meskipun demikian hipotiroid yang tidak diobati dapat berpengaruh pada pertumbuhan, respon terhadap hormon pertumbuhan.
Hormon tiroid
Ketamin
Terjadi hipertensi dan takikardia penggunaan besama harus berhati-hati.
Hormon tiroid
Zatradiografi
Hormon tiroid dapat menurunkan penangkapan 123I, 131I,99mTC
Hormon tiroid
Simpatomimetik
Penggunaan bersamaan dapat meningkatkan efek masing-masing. Hormon tiroid dapat meningkatkan resiko insufisiensi coroner bila simpatomimetik diberikan kepada pasien penyakit arteri coroner, penggunaan harus hati-hati.
Rifampisin
Hormon tiroid
Mempercepat metabolisme tiroksin meningkat, kebutuhan terhadap tiroksin meningkat.
Sukralfat
Hormon tiroid
Sukralfat menurun absorpsi tiroksin.
Antiepileptika : karbamazepin, fenobarbiton, fenitoin dan primadina
Hormon tiroid
Mempercepat metabolism tiroksin meningkat, kebutuhan terhadap tiroksin meningkat.
Hormon tiroid
Teoflin
Elininasi teifilin berkurang, pada pasien hipotiroid, klirens kembali normal bila pasien mencapai eutiroid.
Sediaaniodin (iodin, kalium, iodin)
Litium karbonat
Terjadi efek sinergis hipotiroidisme
Propiltiourasil lodin131
Antikoagulanhormontiroid, antitiroid
Aktivitas antikoagolan meningkat hormone tiroid dan antitiroid mempengaruhi penangkapan iodin131




DIABETES MELITUS

2.0  DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan seksresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati.
Kriteria diagnosis diabetes melitus adalah kadar glukosa puasa lebih dari 126 mg/dL atau pada dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dL atau HbA1c lebih dari 8%. Jika kadar glukosa dua jam setelah makan lebih 140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200 mg/dL dinyatakan glukosa toleransi lemah.

2.1  FISIOLOGI
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:
  1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
  2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin.
  3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.

Dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
  1. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
  2. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
  3. Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.


A. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events.Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
B. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,  penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.

NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa.  Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.

Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:
Sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.










Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2
klasifikasi
obat
rute
Cara kerjanya
Waktu dan dosis
Sulfonilurea
Glimepiride (Amaryl) glipizid (Glucotrol) glipizid ER (Glucotrol XL) Glyburide
Lisan
Meningkatkan produksi insulin
1 atau 2 kali sehari
Biguanides
Glucophage (alias Metformin) Glucophage XR Oral
Lisan
Menurunkan glukosa dari pencernaan
2-3 kali sehari, XR sekali sehari
Alpha-glukosidase inhibitor
Glyset dan Precose
Lisan
Memperlambat pencernaan, memperlambat produksi glukosa
Ambil sebelum makan
Thiazolidinediones Actos and Avandia
Actos dan Avandia
Lisan
Menurunkan produksi glukosa
Sekali sehari dengan atau tanpa makanan
Meglitinides
Prandin dan Starlix
Lisan
Meningkatkan produksi insulin
5-30 menit sebelum makan
Inhibitor DPP-4 Januvia
Januvia
Lisan
Menurunkan glukosa dengan menghalangi enzim
100 mg. once a day sekali sehari
Incretin mimetics Byetta
Byetta
Suntik
Membantu pankreas membuat insulin, memperlambat pencernaan
10 mcg. Inject within an hour of AM and PM meals Inject satu jam setelah makan AM dan PM
Anti-hiperglikemia Symlin
Symlin
Suntik
Kontrol glukosa darah postprandial
15 mcg. Inject before major meals Inject sebelum makan utama

C. Diabetes mellitus tipe 3
Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[29] GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

2.2 PATOFISIOLOGI
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo. Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,dan atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4.

2.3 MANIFESTASI KLINIS
1. DM tipe 1
·         Penderita DM tipe 1 biasanya memiliki tubuh yang kurus dan cenderung berkembang menjadi diabetes ketoasidosis ( DKA ) karena insulin sangat kurang disertai peningkatan hormon glukagon.
·         Sejumlah 20-40 % pasien mengalami DKA setelah beberapa hari mengalami  poliuria, polidipsia, polifaghia, dan kehilangan bobot badan.

2.DM tipe 2
·         Pasien dengan DM tipe 2 sering asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderia DM selama bertahun-tahun, umunya muncul neuropati. Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria, nokturia dan polidipsia sedangkan penurunan bobot badan secara significant jarang terjadi.




2.1 DIAGNOSA

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu :
Plasma vena
Darah kapiler

<110
<90

110 – 199
90 - 199

>200
>200
Kadar glukosa darah puasa :
Plasma vena
Darah kapiler

<110
<90

110 – 125
90 - 109

>126
>110
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.
Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

2.4  TERAPI
TERAPI FARMAKOLOGI
1. INSULIN
Mekanisme kerja
Insulin menurunkan kadar gula darah dengan  menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.

Data farmakokinetik
Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar 5-6 menit dan memanjang pada pasien DM yang membentuk antibodi terhadap insulin. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot mengalami filtrasi ginjal, kemudian diserap kembali di tubulus ginjal yang merupakan tempat metabolismenya. Gangguan fungsi ginjal yang berat berpengaruh tethadap kadar insuliin di darah dibandingkan gangguan fungsi hati.

Jenis insulin
Mulai kerja (jam)
Puncak efek (jam)
Lama kerja (jam)
Nama sediaan
Kekuatan
Kerja singkat
0,5

0,5
1-3

2-4
8

6-8
Actrapis HM
Actrapis HM
penfil
40 UI/ml
100 UI/ml
Kerja sedang (NPH=isophane)
1-2
6-12
18-24


Kerja sedang mulai ketja singkat
0,5

2,5
4-12

7-15
24

24
Insulatard HM
Insulatard HM
Penfil
Monotard HM
40 UI/ml
100 UI/ml
40 UI/ml
100 UI/ml
Kerja lama
4-6
14-20
24-36
Protamin Zinc
Sulfat

Sediaan campuran
0,5
0,5
0,5
1,5-8
1-8
1-8
14-16
14-15
14-15
Humulin 20/80
Humulin 30/70
Humulin 40/60
Penfil
40 UI/ml
100 UI/ml
40 UI/ml
100 UI/ml


Insulin
Indikasi                : DM tipe 1, DM tipe 2 yang gula darahnya tidak dapat dikendalikan dengan diet dan antidiabetik oral, DM dengan berat badan yang menurun cepat, DM dengan komplikasi akut, DM paska bedahpankreas, ketoasidosis dan koma hiperosmolar, DM dengan kehamilan.
Peringatan           : Kadar gula darah dipantau
Interaksi obat      : Sejumlah obat dapat meningkatkan atau menurunkan efek hipoglikemik, penyesuaian dosis insulinharus dilakukan jika digunakan bersamaan dengan obat ini (lihat tabel 3.2 dan 3.3)
Interaksi               : Defisiensi yodium bertambah, Yodium yang berlebihan akan mengurangi respons kelenjar tiroid terhadap Thyrozol.
Efek samping       : hipoglikemia, reaksi alergi.
Sediaan beredar  : lihat pada tabel 1.
Tabel 3.2 Obat Yang Menurunkan Efek Hipoglisemik Insulin
·         kontrasepsi oral
·         kortikosteroid
·         siklofosfamid
·         danazol
·         dekstrotirosin
·         diazoxida
·         diltiazem
·         diuretika
·         dobutamin
·         epinefrin
·         nikotin
·         fenotiazin
·         fenitoin
·         progesteron
·         inhibitor protease
·         somatropin
·         terbutalin
·         diuretik tiazid
·         hormon tiroid


Tabel 3.3 Obat Yang Meningkatkan Efek Hipoglisemik Insulin
·         ACE inhibitor
·         Alkohol
·         Anabolik steroid
·         Antidiabetika oral
·         Beta bloker
·         Kalsium
·         Klorokuin
·         Klofibrat
·         Klonidin
·         Disopiramid
·         Fluoksetin
·         Fibrat
·         Guanetidin
·         Litium karbonat
·         MAO inhibitor
·         Mebendazol
·         Pentamidin
·         Pentoksifilin
·         Fenilbutazon
·         Propoxifen
·         Piridoksin
·         Salisilat
·         Analog somatostatin
·         Sulfin pirazon
·         Sulfonamida tetrasiklin

2. Sulfonilurea
    Mekanisme Kerja Obat
Sulfonilurea bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta pankreas masih dapat berproduksi.
KLORPROPAMID
Indikasi                : NIDDM ringan-sedang.
Kontraindikasi    : Wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis.

Peringatan           :  penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal.
Efek samping       : gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis, dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali.
Sediaan beredar  : Diabenese pfizer, Tesmel Phyto Kemo Agung.
GLIKAZID
Indikasi                : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi, peringatan, interaksi, dan efek samping : Lihat klorpropamid
Sediaan beredar  : Diamicron Senvier Daya Varia, Glibet Dankos, GLICAB tempo scan pacific, Glidabet Kalbe Farma, Glikatab Rocella Lab, Glukodex Dexa Medica.
GLIBENKLAMID
Sinonim                : Gliburid
Indikasi                : NIDDM ringan-sedang
Kontra indikasi, peringatan, interaksi, dan efek sampinglihat klorpropamid
Sediaan beredar  : Abenon Herioc, Clamega Emba Megafarma, Condiabet Armoxindo, Daonil Aventis, Diacella Rocella, Euglucon Boehringer Mannheim Phapros, Fimediab First Mediafarma.

Glipizid
Indikasi                : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi,peringatan,interaksi,dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar  : Aldiab Merk, Glucotcrol Pfizer, Glyzyd Sunthi Sepuri
GLIKUIDON
Indikasi                : NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi,peringatan,interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar  :  Glurenirm Boehringer Ingelheim.


Tabel 3.4 Interaksi Obat Golongan Sulfonilurea
Obat A
Obat B
Efek yang terjadi
Deskripsi
Androgen,anti koagulan,antifungal azol, kloramfenikol, klofibrat, fenfluramin, flukonazol, gemfibrosil, garam magnesium, metildopa, inhibitor MAO, pengasam urin, sulfonamida
sulfonilurea
Peningkatan efek sulfonilurea
Efek hipoglisemik meningkat akibat berbagai mekanisme seperti penurunan metabolik hepatik, hambatan eksresi renal, penurunan glukosa darah, perubahan metabolisme karbohidrat. Saran harus dimonitor kadar gula darah.
Betabloker, pemblok celah kalsium, kolestiramin, kortikosteroid, diazoksid, estrogen, hidantoin, asam nikotinat, kontrasepsi oral, pembasa urin, agen tiroid.
sulfonilurea
Penurunan efek sulfonilurea
Efek hipoglisemik menurun akibat berbagai mekanisme yaitu peningkatan metabolisme hepatik, penurunan pelepasan insulin, peningktan eksresi urin.
Karbon aktif
sulfonilurea
Penurunan efek sulfonilurea
Karbon aktif mereduksi absorpsi sulfonilurea.
Siprofloksasin
gliburid
Peningkatan efek sulfonilurea
Terjadinya potensi efek hipoglikemik
Etanol
sulfonilurea
Efek bervariasi
Etanol memperpanjang lama penurunan glukosa darah oleh glipizid (tidak membesar), etanol kronis menurunkan waktu setengah tolbutamid etanol dengan klorpropamid menimbulkan reaksi seperti disulfiram.
Klorpropamid
Barbiturat
Peningkatan efek sulfonilurea
Efek barbiturat diperpanjang pada uji dengan hewan
Gliburid
Antikoagulan
Peningkatan atau penurunan efek sulfonilurea
Laporan menunjukkan bahwa efek kumarin dapat meningkat atau menurun jika bersamaan dengan gliburid
sulfonilurea
Glikosida digitalis
Peningkatan efek sulfonilurea
Kadar serum glikosida digitalis meningkat

Tabel 3.5 Data Farmakokinetik Antidiabetika Oral
Nama Generik
Durasi kerja (jam)
Metabolisme atau catatan terapi
sulfonilurea
Asetoheksamid


Klorpropamid

Tolazamid


Tolbutamid

Glipizid

Glipizid

Gliburid

Gliburid, mikronais

glimepirid
Sampai 16


Sampai 72

Sampai 24


Sampai 12

Sampai 20

24

Sampai 24

Sampai 24

24
Dimetabolis di hati; potensi metabolit sebanding dengan senyawa utama; dieliminasi di ginjal.
Dimetabolisme di hati dan dieksresikan dalam bentuk tidak berubah di ginjal.

Dimetabolisme di hati; metabolit kurang aktif dibandingkan senyawa utama; dieliminasi di ginjal.


Metabolisme di hati menjadi metabolit inaktif yang dieksresi di ginjal.

Dimetabolisme dihati menjadi metabolit inaktif.


Bentuk lepas lambat; tablet jangan dipotong


Dimetabolisme dihati; dieliminasi setengah di ginjal dan setengah di feces.

Diabsorpsi lebih baik dalam bentuk mikronize


Di metabolisme dihati menjadi metabolit inaktif
Secretagogues insulin kerja pendek
Nateglinid


Repaglinid

Sampai 4


Sampai 4
Dimetabolisme disitokrom P450 2C9 DAN 3A4 menjadi metabolit aktif lemah, dieliminasi di ginjal.
Dimetabolisme di CYP 3A4 menjadi metabolit inaktif, dieksresikan di saluran empedu.
Biguanida
Metformin

Metformin lepas tertunda
Sampai 24

Sampai 24
Tidak terjadi metabolisme, diseksresikan dan dieksresikan di ginjal.
Diminum pada makan malam atau dosis bisa dibagi; bisa dicoba dosis jika terjadi intoleransi untuk pelepasan immediet.
Tiazolidindion
Pioglitazon


rosiglitazon
24


24
Dimetabolisme di CYP2C8 dan 3A4;2 Metabolit memliki waktu waktu paruh lebih panjang dibandingkan senyawa utama.
Dimetabolisme di CYP2C8 dan 2C9 menjadi metabolit inaktif yang dieksresi di renal.
Panghambat α-glukosidase
Akarbose
Miglitol
1-3
1-3
Dieliminasi di empedu
Dieliminasi di renal
Produk kombinasi
Gliburid/metformin

Glipizid/metformin

Rosiglitazon/metformin
Pengobatan kombinasi

Pengobatan kombinasi

Pengobatan kombinasi
Digunakan pada terapi awal 1,25/250 mg 2 kali sehari
Digunakan pada terapi awal 1,25/250 mg 2 kali sehari
Disetujui oleh FDA sebagai terapi tahap kedua tetapi bisa digunakan sebagai terapi utama




3. Biguanida
Mekanisme kerja
Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
Data farmakokinetik
Bioavaibilitas absolut metformin IR 500mg yang diberikan dalam konsidi puasa adalah sekitar 50-60 %. Makanan menghambat absorpsi metformin. Metformin dieksresikan tidak berubah ke dalam urin dan tidak mengalami metabolisme hepatik atau eksresi melalui kantung empedu. Waktu paruh eliminasi sekitar 17,6 jam.

METFORMIN HIDROKLORIDA
Indikasi                      : NIDDM yang gagal dikendalikan dengan diet dan sulfonilurea, terutama pada pasien yang gemuk.
Kontra indikasi         : gangguan fungsi ginjal atau hati, predisposisi asidosis laktat, gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, alkoholisme,wanita hamil,wanita menyusui.
Peringatan                 : Lihat sulfolurea
Interaksi obat            : lihat interaksi antidiabetik.
Efek samping             : mual,muntah, anoreksi, dan diare yang selintas; asidosis laktat; gangguan penyerapan vitamin B12.
Sediaan beredar        :  Benofomis Bernofarm, Bestab Yekatria, Diabex Combiphar, Eraphage Guradian, Formell Alpharma .


2.5 Kesimpulan

Hormon  adalah substasi kimia yang di buat dari asam amino dan kolesterol yang bekerja pada jaringan tubuh dan organ dan mempengaruhi aktivitas selular.
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar yang tidak mempunyai duktus yang mengeluarkan hormon ke dalam aliran darah.
Gangguan tiroid mencakup berbagai kondisi penyakit yang mempegaruhi produksi atau sekresi hormon tiroid yang menyebabkan perubahan stabilitas metabolik. Kelainan tiroid memberikan pengaruh ke hampir seluruh tubuh karena hormon tiroid mempengaruhi banyak organ.
Hipertiroid dan hipotiroid adalah sindroma klinik dan biokimia yang muncul dari peningkatan dan penurunan produksi hormon tiroid.
Diabetes Melitus (DM) adalah metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan seksresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati.

2.6 Saran
Semoga makalah yang kami susun ini sangat membatu dalam pemecahan masalah tentang penyakit Diabetes Melitus (DM) dan gangguan tiroid dan tahu tentang obat- obatnya untuk menangani masalah penyakit ini.




DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penulisan........................................................................
B.     Tujuan Penulisan......................................................................................
C.     Metode Penulisan....................................................................................
D.    Sistematika Penulisan..............................................................................
BAB II            TIJAUAN PUSTAKA
A.    .................................................................................................................
B.     .................................................................................................................
BAB III          PEMBAHASAN
A.    .................................................................................................................
B.     .................................................................................................................
C.     .................................................................................................................
D.    .................................................................................................................
BAB IV          PENUTUP
A.    Kesimpulan..............................................................................................
B.     Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................




DAFTAR PUSTAKA
British  National Formularium 52 Edition,2008, 1 Lambeth High Street, London SEI 7JN, UK
Dipiro, Joseph T. Et al, Pharmacotheraphy Handbook, Sixth Edition, 2006, Mc Graw Hill Companies ,Inc,  New York, USA
Kamus saku kedokteran  Dorlan, 1998, EGC, Jakarta
Indonesia, Departemen  Kesehatan  Republik  Indonesia, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makana, Informatorium Obat National Indonesia, 2000, CV Sagung Seto, Jakarta